KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan ke hadirat Allah
Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Demokrasi Modern dan Demokrasi
Menurut Perspektif Bung Hatta” . Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Bung Hatta.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu. Sehingga, makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Padang, Oktober 2012
Gilang
Kurniawan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika ada pemimpin Indonesia
yang hampir sempurna dalam karakter dan
integritas pribadi,
maka Mohammad Hatta (Hatta) adalah salah satu yang paling menonjol. Wawasan
intelektualnya sangat jauh ke depan, sementara moral politiknya yang prima dan
anggun banyak diakui kawan dan lawan. Dalam suasana sengketa politik dengan
Bung Karno, komunikasi persaudaraan antara keduanya tidak pernah putus,
walaupun watak keras Hatta dalam politik tersebut sempat mengecewakan generasi
muda karena kegagalannya dalam membujuk Hatta agar jangan meninggalkan kursi
wakil presiden.
Zaman pendudukan Jepang (tahun 1942-1945) bagi
Mohammad Hatta, merupakan sebuah ujian besar, yang hanya dapat diatasinya
karena keteguhan iman dan optimismenya akan tercapainya cita-cita Indonesia
merdeka. Dalam pada itu beliau mempunyai keyakinan bahwa Perang Pasifik akan
membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Hatta tidak percaya bahwa Jepang akan
menang dengan Amerika/Sekutu yang mempunyai productie-potential begitu
hebat. Tetapi berhubung dengan keuntungan permulaan yang diperoleh Jepang,
perang tidak akan bisa selesai dalam tiga tahun. Masa perang itu bagi Hatta
harus dipergunakan untuk mempersiapkan tenaga perjuangan rakyat, yang nantinya
sanggup memikul kemerdekaan apabila Jepang sudah kalah. Kalau
tidak bisa dielakkan maka kerjasama dengan pemerintah militer Jepang itu,
menurut pertimbangan Hatta, bisa berarti untuk meringankan banyak sedikitnya
penderitan yang ditimpakan pemerintah militer Jepang kepada bangsa Indonesia.
Selama pendudukan Jepang, Hatta jarang berbicara di depan umum, kalaupun
berbicara lebih sering sekedar memberikan obat pelipur lara dalam jiwa rakyat
yang sedang tertekan.
Ketika Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, maka
meletuslah amarah orang-orang Indonesia terhadap Jepang, dan timbulah dorongan
aktif untuk merebut kekuasaan dari Jepang. Pandangan Hatta yang jauh ke depan
mengatakan pendiriannya bahwa Jepang yang kalah tidak menjadi soal lagi. Soal
yang paling penting adalah menghadapi tentara Sekutu yang akan mengembalikan
kekuasaan Pemerintah Belanda di Indonesia. Oleh sebab itulah Hatta menyusun
siasat antara perang dan damai untuk mencapai pengakuan Indonesia merdeka.
Kemudian Hatta memilih damai. Akan tetapi seperti seringkali diucapkannya “kita
cinta perdamaian, akan tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945 oleh Sukarno dan Mohammad Hatta, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta Semenjak itu Hatta berperan aktif memimpin negara RI sebagai wakil
presiden., dan dalam keadaan yang sangat sulit Hatta harus merangkap sebagai
Perdana Menteri tahun 1948-1949. Politik yang diperjuangkannya akhirnya
mencapai tujuan dengan diakuinya Indonesia sebagai negara berdaulat yang
terdiri atas bekas wilayah kekuasaan Hindia Belanda pada Konferensi Meja Bundar
tahun 1950. Pada waktu Republik Indonesia Serikat berdiri, Hatta yang menjadi
Perdana Menteri pertama dan terakhir. Setelah Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk sesuai amanat proklamasi, Hatta terpilih sebagai wakil
presiden oleh parlemen.
Beranjak dari kenyataan di
atas, tulisan ini bertujuan menganalisis pemikiran Hatta tentang
Demokrasi.
B.
Permasalahan
Permasalahan yang akan
dibahas dalam makalah tentang Demokrasi
Modern dan Demokrasi menurut Persfektif Bung
Hatta
ini ialah:
1.
Apakah
demokrasi itu ?
2.
Apa
sajakah Prinsip-prinsip demokrasi ?
3.
Demokrasi
apakah yg dipakai di Indonesia ?
4.
Apa
sajakah ciri- ciri Negara demokratis ?
5.
Apakah
Demokrasi menurut Bung Hatta.?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang
diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara
tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang
berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah
berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan
dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demosyang
berarti rakyat, dan kratos/cratein yang
berarti pemerintahan, sehingga
dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi
menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi
wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan
politik suatu negara.
Seperti demokrasi .yang
dipakai di Indonesia dalam berbagai pasang surut wajah kemerdekaan Indonesia.
Diantaranya :
1.
Demorasi
ekonomi adalah gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban, dan di perlakukan bagi semua warga negara di bidang ekonomi.
2.
Demokrasi
formal adalah corak pemerintahan yang semata-mata dilihat dari ada tidaknya
lembaga politik demokratis seperti perwakilan rakyat
3.
Demokrasi
langsung adalah corak pemerintahan demokrasi yang dilakukan secara langsung
oleh semua warga negara.
4.
Demokrasi
liberal adalah sitem politik dengan
banyak partai kekuasaan poitik berada di tangan politisi sipil yang berpusat di
parlemen
5.
Demokrasi
material adalah corak pemerintahan yang menjamin kemerdekaan dan persamaan.
6.
Demokrasi
pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan sila- sila pancasila yang dilihat
sebagai suatu keseluruhan yang utuh
7.
Demokrasi
pluktokrat adalah demokrasi sistem demokrasi yang dikuasai oleh orang yang kaya
atau bermodal
8.
Demokrasi
terpimpin adalah corak pemerintahan yang pertama kalinya diumumkan secara resmi
di dalam pidato presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1956 ketika membuka
konstituante, yaitu corak demokrasi yang mengenal satu pimpinan.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep
dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat
juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan
ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang
begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan
beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran
terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara
yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan
sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan
aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus
akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.
a.
Pengertian Demokrasi Menurut ahli
1. Menurut
Internasional Commision of Jurits
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan oleh rakyar
dimana kekuasaan tertinggi ditangan rakyat dan di jalankan langsung oleh mereka
atau oleh wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan yang bebas.
Jadi, yang di utamakan dalam pemerintahan demokrasi adalah rakyat.
2. Menurut
Lincoln
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat (government of the people, by the people, and for
the people).
3. Menurut C.F
Strong
Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota
dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang
menjamin bahwa pemerintahan akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakan
kepada mayoritas itu.
Menurut
konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,
sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.
Demos menyiratkan makna diskriminatif atau bukan rakyat keseluruhan, tetapi
hanya populasi tertentu, yaitu mereka yang
berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal mengontrol akses ke sumber–sumber
kekuasaan dan bisa mengklaim kepemilikan atas hak–hak prerogratif dalam proses
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan publik atau pemerintahan.
Ada dua bentuk demokrasi dalam pemerintahan negara, antara lain :
1.
Pemerintahan
Monarki (monarki mutlak, monarki konstitusional, dan monarki parlementer)
2.
Pemerintahan
Republik : berasal dari bahasa latin, RES yang artinya pemerintahan dan PUBLICA
yang berarti rakyat. Dengan demikian dapat diartikan sebagai pemerintahan yang
dijalankan oleh dan untuk kepentingan orang banyak.
b.Prinsip-prinsip demokrasi
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “soko guru demokrasi.” Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah.
1. Kedaulatan rakyat;
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
3. Kekuasaan mayoritas;
4. Hak-hak minoritas;
5. Jaminan hak asasi manusia;
6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Proses hukum yang wajar;
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
11. Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “soko guru demokrasi.” Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah.
1. Kedaulatan rakyat;
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
3. Kekuasaan mayoritas;
4. Hak-hak minoritas;
5. Jaminan hak asasi manusia;
6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Proses hukum yang wajar;
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
11. Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
B. Demokrasi Indonesia
Demokrasi Pancasila
adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong yang ditujukan
kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung unsur-unsur berkesadaran religius,
berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi pekerti luhur, berkepribadian Indonesia
dan berkesinambungan. Pengertian lain dari Demokrasi Pancasila adalah sistem
pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat sendiri atau dengan persetujuan
rakyat.
Ciri-ciri
dari Demokrasi Pancasila adalah:
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
1. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
3. Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
4. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
5. Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
6. Menghargai hak asasi manusia.
7. Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak.
8. Tidak menganut sistem monopartai.
9. Pemilu dilaksanakan secara luber.
10. Mengandung sistem mengambang.
11. Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
12. Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.
Sisitem
pemerintahan Demokrasi Pancasila adalah:
1. Indonesia adalah negara berdasar hukum.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional.
3. MPR sebagai pemegang kekuasaan negara tertinggi.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah tertinggi di bawah MPR.
5. Pengawasan DPR.
6. Menteri negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.
1. Indonesia adalah negara berdasar hukum.
2. Indonesia menganut sistem konstitusional.
3. MPR sebagai pemegang kekuasaan negara tertinggi.
4. Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah tertinggi di bawah MPR.
5. Pengawasan DPR.
6. Menteri negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab terhadap DPR.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas.
Kemudian fungsi dari Demokrasi Pancasila
adalah Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara. Menjamin
tetap tegaknya negara RI. Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang
mempergunakan sistem konstitusional. Menjamin tetap tegaknya hukum yang
bersumber pada Pancasila, Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan
seimbang antara lembaga negara. Dan menjamin adanya pemerintahan yang
bertanggung jawab.
C. Ciri-ciri Pemerintahan Demokratis
memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Istilah demokrasi diperkenalkan kali pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan banyak orang (rakyat). Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
1.Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
3. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
4. Adanya pemilihan umum untuk
memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat. Istilah demokrasi diperkenalkan kali pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan banyak orang (rakyat). Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
1.Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
3. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
4. Adanya pemilihan umum untuk
D.
Demokrasi Menurut Bung Hatta
Cita-cita tentang keadilan sosial adalah sari pati
dari nilai-nilai timur dan barat yang mengkristal dan membentuk visi Hatta
mengenai masalah-masalah politik kenegaraan. Hatta sangat percaya bahwa demokrasi
adalah hari depan sistem politik Indonesia. Demokrasi akan tersingkir
sementara, tetapi ia akan kembali dengan tegapnya . memang tidak mudah
membangun suatu demokrasi di Indonesia yang lancar jalannya, tetapi ia akan
muncul kembali dan itu tak dapat di bantah. Kepercayaan yang mendalam kepada
prinsip demokrasi inilah yang pernah menempatkan Hatta pada posisi yang
berseberangan dengan Bung Karno ketika masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966).
Hatta menilai sistem ini sebagai system otoriterian yang menindas demokrasi.
Sekalipun pendapatnya berbenturan dengan Bung Karno, Hatta tetap saja
memberikan fair chance kepada presiden untuk membuktikan dalam realitas.
Sekalipun tertindas, di mata Hatta demokrasi tidak
akan pernah lenyap dari bumi Indonesia. Menurut Hatta ada tiga sumber pokok
demokrasi yang mengakar di Indonesia. Pertama, sosialisme Barat yang
membela prinsip-prinsip humanisme, sementara prinsip -prinsip ini dinilai juga
sekaligus sebagai sebagai tujuan. Kedua,ajaran Islam memerintahkan
kebenaran dan keadilan Tuhan dalam masyarakat. Ketiga, pola hidup dalam
bentuk kolektivisme sebagaimana terdapat di desa-desa wilayah Indonesia. Ketiga
sumber inilah yang akan menjamin kelestarian demokrasi di Indonesia. Baginya,
suatu kombinasi organik antara tiga sumber kekuatan yang bercorak sosio
religius inilah yang memberi keyakinan kepada Hatta bahwa demokrasi telah lama
berakar di Indonesia tidak terkecuali di desa-desa. Bila di desa yang menjadi
tempat tinggal sekitar 70% rakyat Indonesia masih mampu bertahan, maka siapakah
yang meragukan hari depan demokrasi di Indonesia.Tetapi memang sia-sia, sistem
feodal sering mengganjal perkembangan demokrasi di Indonesia pada berbagai
periode sejarah Indonesia modern. Sesudah kemerdekaan
dicapai dan dinikmati bangsa ini, Bung Hatta membuka peluang bagi pembelajaran
demokrasi rakyat di Indonesia. Bung Hatta sebagai wakil presiden memberikan
kesempatan untuk berdirinya partai-partai politik yang akan mengikuti Pemilu
pada 1955. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia
untuk menyalurkan aspirasi politiknya tanpa merasa takut. Akhirnya tidak kurang
dari 39 partai mengikuti pemilihan umum yang dipandang sebagai Pemilu yang
paling demokratis sepanjang sejarah Indonesia modern. Pada saat yang bersamaan
pula, Bung Hatta melihat bahwa partai-partai hanya berebut pengaruh untuk
berkuasa. Partai-partai baku hantam saling menyerang dan bertengkar secara
tidak sehat. Para wakil yang duduk di pemerintahan pun lebih condong bersikap
sebagai politisi dan oportunis, bukan negarawan.
Dimulai pada Periode
demokrasi terpimpin sampai periode demokrasi Pancasila (Orde Baru) sama-sama
ditandai oleh berlakunya sistem politik otoriterian dengan topangan subkultur
neofeodalisme. Hatta sangat prihatin melihat perkembangan politik yang tidak
sehat, tetapi regim menciptakan kedua sistem tersebut tidak mau ‘mendengar’
nasehat Hatta. Akhirnya mereka hancur lewat cara yang destruktif. pada 1
Desember 1956, Bung Hatta meletakkan jabatan sebagai wakil presiden. Beliau
melihat bahwa sejak penerapan sistem Demokrasi Liberal, jabatan wakil presiden
hanya pemborosan uang negara, karena kedudukannya yang tidak lebih dari simbol
belaka.
Sekalipun
diluar pemerintahan, Bung Hatta justru tetap selalu menjadi kekuatan moral
demokrasi dan mengontrol jalannya roda pemerintahan. Bung Hatta, sebagai
sahabat sejati Bung Karno, walaupun dalam beberapa hal sangat tidak sejalan,
senantiasa mengingatkan Bung Karno, terutama terhadap perkembangan PKI yang
begitu pesat sejak awal tahun lima puluhan. Bung Hatta cukup khawatir akan
kebijakan Bung Karno yang terlalu memberi angin kepada PKI. Ketika Bung Karno
menerapkan Demokrasi Terpimpin sejak 1959, Bung Hatta-lah orang yang paling
gigih melakukan kritik. Ia menulis “Demokrasi kita” dalam majalah Panji Masyarakat
yang dipimpin Buya Hamka. Menurutnya, Demokrasi Terpimpin adalah bentuk lain
dari kediktatoran, yang kemudian tulisan (bukunya) tersebut peredarannya
dilarang Bung Karno.
Bung Karno pun
selalu diingatkan Bung Hatta untuk segera melaksanakan pembangunan, karena
revolusi sudah selesai dengan tercapainya kemerdekaan Indonesia 1945. Yang
harus dilakukan sekarang adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Revolusi,
jika tidak dibendung, hanya menghancurkan landasan dan bangunan, melepaskan
engsel-engsel dan dinding-dindingnya. Pada saatnya akan mengakibatkan kekacauan
belaka. Namun Bung Karno, dalam pidato-nya (Jalan Revolusi Kita), merespon Bung
Hatta, menegaskan bahwa revolusi sebenarnya belum selesai. Kendati demikian,
Bung Hatta senantiasa menempuh cara-cara legal dan konstitusional dalam rangka
penegakan demokrasi. Beliau senantiasa tak berhenti menyampaikan kritik dan
sarannya kepada Bung Karno.
Luar biasa
memang, walaupun di antara kedua Proklamator ini terdapat perbedaan prinsip
dalam pendirian mereka, namun hubungan persahabatan keduanya tetap hangat dan
baik. Singkat cerita sekian tahun setelah Bung Hatta meletakkan jabatan sebagai
wakil presiden, Bung Karno masih sempat mengunjungi Bung Hatta di rumahnya.
Terlihat dan terlibat keakraban kedua peletak dasar Indonesia modern ini. Dalam
suasana akrab tersebut, ketika akan makan malam, Bung Hatta juga sempat
“menyerang” keras kebijakan politik Bung Karno. Namun Bung Karno tidak
tersinggung oleh kritikan dan saran Bung Hatta. Kritik dan nasehat Bung Hatta
disampaikannya kepada Bung Karno sebagai seorang sahabat. Bung Hatta tak
kunjung berhenti mengirim surat berupa nasehat kepada Bung Karno untuk kembali
ke cita-cita Proklamasi Indonesia semula. Dalam menyampaikan nasehat dan kritik
tersebut, beliau senantiasa menjaga hubungan baik di antara mereka dan tidak
pernah melecehkan dan mengecilkan arti pribadi Bung Karno. Begitupun Bung Karno
sekalipun mendapat kritik tajam, Bung Karno tetap menghargai Bung Hatta sebagai
sahabat.
Begitulah kisah
perjuangan Bung Hatta dalam meluruskan dan menegakkan demokrasi. Berbeda
persepsi dalam penegakan demokrasi tidak harus diartikan sebagai permusuhan,
apalagi tidak mau bertemu atau bersalaman. Sebagai seorang demokrat sejati,
Bung Hatta berjiwa besar melihat perbedaan pendapat dan tidak hendak memaksakan
keinginannya sendiri. Ketika melihat kenyataan politik yang tak sesuai dengan
harapannya, Bung Hatta bukannya mendirikan partai politik tandingan untuk
menggembosi pemerintahan, sebagaimana dilakukan oleh para politisi kita saat
ini. Bung Hatta, melalui tulisan-tulisannya, memberikan pencerahan kepada
rakyat Indonesia untuk meraih kebebasan yang merupakan salah satu pilar penting
bagi tegaknya demokrasi, untuk tetap kritis terhadap ketidak-berdayaan dan
berjuang membela rakyat dalam menegakkan demokrasi.Sehingga Kata Echols ( 1981:
173)” the democratic ways of the Bung Hatta made people like him “ ( perlakuan
demokrasi Bung Hatta menyebabkan Bung Hatta disukai banyak orang )
Menurut Bung Hatta, demokrasi sudah ada sejak dari
desa.Bung Hatta berpendapat dalam Padma Wahyono (1990), desa-desa di Indonesia
sudah menjalankan demokrasi, misalnya dengan pemilihan kepala desa dan adanya
rembug desa. Itulah yang disebut “demokrasi asli”.
Demokrasi desa memiliki lima unsur yaitu :
a) rapat
b) mufakat
c) gotong-royong
d) hak mengadakan proses bersama
e) hak menyingkirkan dari kekuasaan raja absolut
Demokrasi desa memiliki lima unsur yaitu :
a) rapat
b) mufakat
c) gotong-royong
d) hak mengadakan proses bersama
e) hak menyingkirkan dari kekuasaan raja absolut
Demokrasi Indonesia modern menurut Moh. Hatta harus meliputi
tiga hal, yaitu :
a) demokrasi di bidang politik
b) demokrasi di bidang ekonomi
c) demokrasi di bidang social
a) demokrasi di bidang politik
b) demokrasi di bidang ekonomi
c) demokrasi di bidang social
Bung Hatta, sebagai salah seorang founding father
Indonesia, melihat demokrasi itu tidak selalu demokrasi politik, melainkan juga
demokrasi ekonomi. Apa yang beliau maksud dengan demokrasi ekonomi oleh Bung
Hatta ?. Menurutnya, demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan
persamaan dan persaudaraan. “Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku
demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan belum ada. Sebab itu,
cita-cita demokrasi Indonesia ialah demokrasi sosial, melingkupi seluruh lingkungan hidup
yang menentukan nasib manusia,” paparnya sebagaimana dikutip Yudi Latif.
Hatta menolak untuk mengikuti
demokrasi liberal sebagaimana berkembang di Barat. Menurutnya, demokrasi ala Barat
yang dipancangkan melalui revolusi Perancis pada abad ke-18 membawa masyarakat
Perancis pada demokrasi politik ansich yang pada level tertentu hanya
menguntungkan masyarakat borjuis dan menepikan masyarakat jelata. Demokrasi seperti itu,
jelas Hatta, tidak sesuai dengan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia yang
menghendaki terwujudnya perikemanusiaan dan keadilan sosial.
Berdasarkan pemikiran tersebut, Mohammad Hatta menghendaki
karakter utama demokrasi ekonomi Indonesia terletak pada tiadanya watak
individualistik dan liberalistik dari jiwa perekonomian Indonesia (Revrisond
Baswir, 2009 : 40). Secara makro hal ini diterjemahkan dengan menjadikan
koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional serta diikut sertakannya semua pihak yang
memiliki kepentingan dalam lapangan koperasi, termasuk para pekerja dan
konsumen koperasi untuk turut bergabung menjadi anggota koperasi. Dengan
demikian, pelembagaan kedaulatan ekonomi rakyat sebagai wujud demokrasi ekonomi
dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang seorang atau
individu, hanya bisa diwujudkan dengan menyusun perekonomian Indonesia sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Pemikiran Bung Hatta dan para pendiri bangsa telah tertuang
ke dalam UUD 1945, khususnya pada pasal 33. Ayat (1) pasal 33, menyebutkan
bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan. Ayat (3), menyebutkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.” Dalam hubungan ini, sesuai dengan konstituasi, hadir peran
negara dalam rangka menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi di Indonesia
PENUTUP
Kesimpulan
Membicarakan Bung Hatta tidak akan pernah habis untuk beberapa
dekade,dan mungkin beberapa abad yang akan datang karena sangat kaya akan visi,
gagasan,dan contoh-contoh konkret yang dialami oleh banyak orang. Dalam
pribadinya nilainilai baik yang positif dari timur dan barat telah menyatu
dalam format yang hamper sempurna. Tetapi pertanyaan yang masih merisaukan
adalah: pandaikah atau lebih
provokatif lagi. Bung Hatta merupakan konseptor utama
tentang kedaulatan rakyat. Rakyat adalah yang utama. Baik semasa pergerakan
maupun sesudah kemerdekan, rakyat menjadi titik sentral perjuangan Bung Hatta.
Dengan pendidikan, rakyat harus dibuat insaf akan harga dirinya. Sehingga ia
bisa berpartisipasi dalam proses politik. Rakyat merupakan raja atas dirinya
sendiri. Dengan berpegang pada prinsipnya tentang kedaulatan rakyat, maka
pemikiran-pemikirannya kemudian selalu setuju pada rakyat seperti pada masalah
kebangsaan dan perjuangannya kemudian dalam memasukkan hak-hak rakyat dalam UUD
1945.
Bung Hatta sampai akhir hayatnya merupakan tokoh yang
konsisten antara perkataan dan perbuatannya. Seperti yang dikatakan oleh Alfian
dalam bukunya Pemikiran dan Perubahan Politikdi Indonesia, Kumpulan Karangan,
bahwa sikap dan tingkap laku Bung Hatta kelihatan sebagai pantulan langsung
dari apa-apa yang sebenarnya menjadi buah pikirannya. Atau bisa dikatakan bahwa
sikap dan tingkah laku Bung Hattta yang terlihat sebenarnya merupakan
personifikasi dari pemikiranpemikirannya.Apa yang mungkin kurang jelas
disampaikannya dalam bentuk karya tulisan atau pemikiran, hal itu akan lebih
mudah dimengerti melalui sikap dan tingkah laku yang diperlihatkannya. Di
samping berbagai julukan yang dimengerti melalui sikap dan tingkah laku yang
diberikan kepada Bung Hatta ddari seorang pahlawan Proklamator, Bapak Koperasi,
negarawan, demokrat sejati, cendekiawan, atau satu lagi yang tidak bisa
dilupakan, bahwa Bung Hatta adalah sebagai guru bangsa,sebagai pendidik negeri
yang sejati, dalam politik, ekonomi, dan moral. Guru dalam teori dan
praktik.Kecintaannya pada rakyat yang diperjuangkannya dibuktikan sampai akhir
hayatnya, dengan wasiatnya yang terakhir bahwa bila dipanggil oleh Yang Maha
Kuasa ia ingin dikuburkan di tengah-tengah rakyat,
yaitu di Tanah Kusir yang
merupakan tempat peristirahatan terakhir Bung Hatta.
Kepergiannya merupakan duka
yang amat mendalam bagi seluruh rakyat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Buyung Nasution, 1995. Aspirasi Pemerintah
Konstitusional di Indonesia:
Studi Sosio-Legal Atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Grafiti.
A.H. Nasution, 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia
Jilid I. Bandung:
Disjarah Angkatan darat dan Angkasa.
Ahmad Syafii Maarif, 1987. Islam dan Dan Masalah
Kenegaraan: Studi Tentang
Percaturan Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES.
Ahmad Syafii Maarif, 1999. Nasionalisme, Demokrasi,
dan Keadilan Sosial.
Yogyakarta: Perpustakaan Hatta.
Ahmad Syafii Maarif, 1996. Demokrasi dan
Nasionalisme Pengalaman Indonesia.
Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Alfian, 1992. Pancasila Sebagai Ideologi Dalam
Kehidupan Politik. Jakarta: Perum
Percetakan Negara.
Alfian, 1981. Pemikiran dan Perubahan Politik
Indonesia: Kumpulan Karangan.
Jakarta: Gramedia.
Bambang Sunggono, 1994. Bantuan hokum dan hak Azasi
Manusia. Bandung
Mandar Maju.
Deliar Noer, 1990. Mohammad Hatta: Biografi Politik.
Jakarta: LP3ES.
Mohammad Hatta, 1953. Kumpulan Karangan Jilid I. Jakarta:
Bulan Bintang.
Mohammad Hatta, 1953. Dasar Politik Luar Negeri
Indonesia. Jakarta: Tintamas.
Mohammad Hatta, 1960. “Demokrasi Kita”, dalam Panji
Masyarakat. No.22, 1 Mei
1960.
Mohammad Hatta, 1977. Pengertian Pancasila. Jakarta:
Idayu Press.
Mohammad Hatta, 1978. Memoir. Jakarta:
Tintamas.
Mohammad Hatta. 1966. Demokrasi Kita. Jakarta:
Idayu Press
Mohammad Hatta, 1972. Portrait of Patriot. Alih
bahasa Deliar Noer. The Hauge
Paris: Mouton Publishers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar